Anfield Staduim
Ini musium The Beatles. Disini berbagai barang milik anggota The Beatles dipamerkan. Termasuk kalo kita mau beli merchadise The Beatles tersedia disini.
Sebelum terkenal, The Beatles manggung di Cavern Pub ini. Letaknya di bawah tanah gitu deh..nah patung itu adalah patungnya John Lennon
Hari minggu di pekan pertama berada di Leeds, kami diajak oleh Mr Hywel mengunjungi Temple Newsam, sebuah rumah menyerupai istana bekas tempat tinggal orang kaya di Leeds. Sebenarnya nama ‘Temple’ bukan berarti bangunan ini menyerupai candi seperti yang kita kenal di Indonesia, kata ‘Temple’ diambil dari kata ‘Templar’ (Knights Templar/ksatria templar) yang pada abad ke 11 menguasai wilayah itu. Kemudian pada tahun 1500-an wilayah ini diserahkan pada Thomas Lord Darcy, setelah itu dibangunlah istana di atas tanah yang luas.
Dalam sejarahnya Temple Newsam sempat beberapa kali berpindah pemilik, sampai pada awal abad 20 sang pemilik tidak sanggup lagi membayar pajak pada pemerintah, yang menyebabkan istana ini dijual murah pada pemerintah. Selanjutnya pemerintah menjadikan tempat ini sebagai museum dan objek wisata.
Bangunan utama Temple Newsam terdiri dari tiga tingkat, setiap tingkatnya terdiri dari banyak ruangan. Hampir diseluruh ruangan dipenuhi dengan lukisan antik, juga meubel yang masih terjaga orisinalitasnya. Hamparan tanah disekitar istana yang sangat luas dulunya juga menjadi wilayah kekuasaan Temple Newsam. Dihari minggu, banyak warga Leeds yang meluangkan waktunya disini, sekedar bermain-main bersama keluarga ataupun menganjak jalan-jalan binatang peliharaannya. Namun sayang sekali ada larangan untuk mengambil foto didalam istana sehingga kami hanya bisa berfoto ria di luarnya saja.
Hari itu matahari sesekali menyembul dibalik awan, namun sesekali juga turun hujan rintik-rintik, orang bilang itulah ciri khas Inggris yang cuacanya tidak menentu dan sering berubah. Menunggu bis jemputan yang tak kunjung datang ditengah udara dingin disertai angin yang bertiup kencang, membuat kami menggigil berada diluar istana. Syukurlah sekitar pukul 14.30 akhirnya bis kami datang juga, kami segera bergegas naik untuk menghindari dinginnya udara, kemudian bis kami meluncur menuju hotel. Ahhh dingin…
Kami tiba di Leeds Bradford hari Jumat sekitar pukul 10.30 siang, dijemput oleh Mr Hywel Coleman yang baik hati. Kami langsung menuju hotel tempat kami menginap selama di Leeds. Sekilas tentang Mr Hywel, sekaligus ingin aku ulas disini, karena orang ini sebenarnya sosok yang spesial namun sangat low profile. Perlu diketahui Mr Haywel adalah seorang muslim yang taat, beliau mulai mengenal agama Islam sejak pertengahan 70-an, saat itu beliau bertugas di Indonesia sebagai pengajar bahasa Inggris untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris bagi para pegawai Depkes, program ini dulu merupakan bantuan dari pemerintah Inggris. Sampai tahun 1985 Mr Hywel masih bertugas di Indonesia, namun kemudian beliau dipanggil oleh University of Leeds untuk memberikan kuliah di universitas ini.
Setibanya kami dihotel, kami diberi sedikit pengarahan oleh Mr Hywel, kemudian kami makan siang bersama setelah itu beristirahat. Ada satu peraturan hotel yang bagi teman-teman sangat memberatkan yaitu tidak boleh merokok didalam ruangan. Mendengar peraturan itu teman-teman yang merokok langsung memasang wajah masam. Rupanya peraturan itu adalah semacam perda (peraturan daerah) yang memberi larangan merokok diruangan baik di tempat umum maupun di rumah pribadi, tapi jika di luar ruangan boleh merokok. Artinya jika mau merokok harus nongkorong di luar dan siap-siap kedinginan, karena disini masih musim dingin.
Tidak terlalu terkejut dengan kondisi cuaca disini, karena sebelum berangkat aku sudah beberapa kali memonitor suhu dan cuaca di Leeds. Untuk siang hari suhu udara rata-rata berkisar 5-9 derajat celcius, untuk malam hari kira-kira 2-4 derajat, cukup dingin sih bagi orang Indonesia yang biasa di iklim tropis. Apalagi di Leeds angin bertiup sangat kencang sepanjang hari, baik siang maupun malam, sudah tentu hembusan angin itu menambah cepat dingin merasuk ke tulang.
Keesokan hari kami dijemput oleh teman-teman dari Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Leeds yang akan mengajak kami berjalan-jalan mengenal kota Leeds. Tepat pukul 10.00 ketua PPI Rinof menjemput kami di hotel. Tujuan pertama kami adalah stadion Leeds United FC, meskipun LUFC sekarang berada di liga divisi 2, namun kami merasa perlu mengunjungi stadion kesebelasan yang membesarkan Mark Viduka ini bermarkas. Aku jadi ingat pesan duta besar Inggris untuk Indonesia sebelu kami berangkat, beliau berpesan, jika tidak tahu harus berbicara apa di Inggris, maka mulailah bicara tentang sepak bola, dijamin 100% orang Inggris pasti tahu dan pembicaraan akan berlanjut. Maka dari itu, tempat pertama yang kami kunjungi adalah stadion bola.
Seperti biasa kami langsung pasang aksi, berpose, siap untuk difoto. Setelah semua puas berfoto ria, kami mulai memburu merchandise LUFC, kaos, jaket dan pernak-pernik lainnya. Harganya berkisar £10-£20, lumayan murah, itu komentar dari teman PPI yang mengantar kami. Dia bilang, biasanya untuk harga satu potong kaos oblong merchandise asli biasanya berkisar £40 atau sekitar Rp750000. “Mungkin karena kesebelasan Leeds tidak bertanding di divisi utama, jadi harganya murah,” kata dia.
Setelah puas di stadion LUFC, kami kemudian menuju city center, tempat ini semacam pusat kota, pusat perbelanjaan, pusat kantor pemerintahan dan juga bersebelahan dengan University of Leeds. Diakhir pekan, biasanya warga Leeds menjadikan city center sebagai tempat berakhir pekan, berbelanja atau sekedar berjalan-jalan. Kota Leeds juga dikenal sangat heterogen, di city center ini, hampir semua ras dan etnik dari seluruh benua ada disini, mulai dari Afrika, Asia barat, Asia timur, Asia tenggara, Amerika selatan, dll.